St. Paskalis Baylon: Kasih yang Berkobar-kobar pada Tuhan Sang Roti Hidup
St. Paskalis Baylon: Kasih yang Berkobar-kobar pada Tuhan Sang Roti Hidup

Paskalis Baylon dilahirkan di Spanyol pada tanggal 24 Mei 1540, pada Hari Raya Pentakosta, yang di Spanyol disebut sebagai “Paskah Roh Kudus”, dari situlah namanya berasal. Kedua orangtuanya, Martin Baylon dan Elizabeth Jubera, adalah petani yang saleh.

Sejak masih muda benar St Paskalis telah menunjukkan devosi mendalam terhadap Ekaristi Kudus. Bahkan ketika usianya belum genap satu tahun, St Paskalis mengikuti Misa dengan sangat khusuk. Sesudah konsekrasi, ketika imam mengunjukkan Yesus dalam Hosti Kudus, ia gemetar diliputi kekaguman luar biasa.

Suatu hari, ketika usianya belum cukup dewasa untuk dapat berjalan sendiri, St Paskalis menghilang dan tak seorang pun dapat menemukannya! Ibunya mencari-cari di seluruh rumah dan bertanya kepada para tetangga kalau-kalau mereka melihatnya. Sungguh malang, ia tetap tak berhasil menemukan puteranya, jadi ia pergi ke Gereja untuk berdoa. Ketika ia sedang berjalan memasuki Gereja, di sanalah terlihat olehnya Paskalis duduk di atas anak tangga di depan tabernakel!

St Paskalis dipenuhi kerinduan yang bernyala-nyala untuk mengunjungi Yesus dalam Sakramen Mahakudus, bahkan sejak ia masih kanak-kanak. Apabila ia sedang menggembalakan kawanan domba ayahnya di padang dan tak dapat ikut serta dalam Adorasi Sakramen Mahakudus, ia akan berlutut ke arah Gereja serta mempersatukan dirinya dengan Yesus, lalu didaraskannyalah doa-doa kepada Hati EkaristiNya.

Suatu hari, ketika sedang menggembalakan dombanya, St Paskalis mendengar lonceng-lonceng sebuah biara di dekat sana berdentang memaklumkan konskerasi dalam Misa Kudus. Diliputi kerinduan yang berkobar-kobar akan Yesus, ia berseru dengan lantang, “Ya Tuhan, yang layak atas segala sembah sujud, perkenankanlah aku melihat-Mu!” Baru saja ia mengatupkan bibirnya ketika suatu bintang yang bersinar kemilau muncul di langit. Sementara ia memandang ke atas, langit terbuka. Sekejap kemudian bintang lenyap, digantikan oleh sebuah Piala dan Hosti Kudus dengan para malaikat bersembah sujud di sekelilingnya.

Meneladan para kudus dalam cintanya kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus

Ketika usianya 18 tahun, St Paskalis mohon diijinkan bergabung dengan para biarawan Fransiskan agar ia dapat mengikuti Misa sesering mungkin dan melewatkan lebih banyak waktu dalam sembah sujud kepada Yesus. Pada mulanya ia ditolak, tetapi akhirnya, ketika usianya duapuluh empat tahun, ia diterima juga di biara sebagai penjaga pintu dan pengurus dapur. Anggota komunitas yang lainnya memperhatikan bagaimana ia seringkali dengan sukarela dan senang hati melakukan tugas-tugas yang paling berat dan tidak menyenangkan. Cinta dan amal kasihnya kepada mereka yang malang dan menderita, kelemah-lembutan dan kerendahan hatinya sungguh mencengangkan siapa saja. Di samping itu broeder muda ini juga melakukan mati raga, bahkan lebih keras dari yang ditetapkan dalam komunitasnya.

Paskalis adalah seorang yang jatuh cinta kepada Allah secara terus-menerus. Senyumnya terus menghiasi wajahnya, suatu pencerminan dari kegembiraan akan cintakasih Allah yang membuat jiwanya penuh rahmat. Berikut ini adalah doa yang sering diucapkannya:

“Oh Kasihku, Kebahagiaanku, Penyelamatku, Sahabatku, Guruku! Aku tidak menghasrati yang lain kecuali Dikau, ya Allahku. Dikau cukup bagiku, oh Bapaku, Saudaraku, Pelindungku. Dikau memenuhi segala harapanku, segala cintakasihku.”

Kehidupan doa dan kerja sepanjang hari belum mencukupi bagi Paskalis. Seringkali di larut malam dia pergi ke tempat terpencil di dekat biara. Di situlah Paskalis berkomunikasi dengan Allah, selagi orang-orang lain sudah tidur lelap.

Paskalis sangat terkesan akan Hari Natal. Dia dapat menggambarkan adegan di Betlehem dengan begitu jelas, sehingga orang dapat saja berpikir bahwa dia adalah salah seorang gembala yang berlutut di dekat palungan dan yang memeluk bayi Yesus.

Pada waktu Bruder Paskalis terbaring sakit di biara Elche, seorang saudara dina mengunjunginya. Sepanjang sore Paskalis bercerita kepada saudaranya itu tentang cinta kasih Allah. Ceritanya dapat berlanjut sampai larut malam kalau tidak dihentikan karena intervensi pemimpin biara yang mengatakan bahwa Bruder Paskalis sedang sakit. Saudara yang mengunjungi mengatakan bahwa saking asyiknya mendengarkan uraian Paskalis, dia tidak sadar bahwa waktu telah berlalu dengan begitu cepatnya.

Kunjungan Bruder Paskalis kepada Sakramen Mahakudus dan adorasinya mengambil waktu yang lama. Tugas kerjanya banyak sehingga lebih dari seratus kali seharinya dia harus meninggalkan doanya dan melakukan tugasnya, tetapi setiap kali setelah menyelesaikan tugasnya dia kembali ke depan tabernakel. Ada tercatat bahwa dalam adorasinya, Paskalis berlutut untuk waktu lama tanpa alat pembantu dengan tangan terkatup di depan dan lebih tinggi dari wajahnya. Hal ini memberi kesan mendalam kepada para saudara dina yang lain.

Bruder Paskalis menghadiri Ibadat Tengah Malam. Meskipun setelah itu saudara-saudara yang lain balik ke ruang tidur, dia sering tetap tinggal di dekat altar sampai pagi. Kemudian dia akan berjalan dari kamar yang satu ke kamar yang lain untuk membangunkan para saudara. Sekarang dia siap untuk Misa Pagi. Kalau situasi memungkinkan, dia akan melayani pada Misa kedua. Itulah gambaran dari cintakasihnya kepada Sakramen Mahakudus dan rasa hormatnya kepada para imam.

Ada cerita tentang tugas kunjungan Bruder Paskalis ke negeri Perancis pada tahun 1570. Pada waktu itu di Perancis berkecamuk perang saudara dan penganiayaan terhadap Gereja (Katolik). Kaum Protestan Kalvinis dan Huguenots sebisa-bisanya berusaha untuk menyapu bersih orang-orang Katolik yang percaya akan Sakramen Mahakudus. Pada waktu itu sungguh banyak putera-putera Santo Fransiskus yang menjadi martir sebagai bukti iman-kepercayaan dan keberanian mereka. Ratusan Saudara Dina dibunuh dengan kejam.

Dengan penuh ketaatan Bruder Paskalis yang pada waktu itu baru berumur 30 tahun membawa surat dari Pemimpinnya di Spanyol kepada Minister Provinsial para Fransiskan Observan di Perancis, yaitu Pater Christopher de Cheffontaine, seorang sangat terpelajar yang berkedudukan di Brittany. Setelah melewati pegunungan Pyrenees, Bruder Paskalis disambut hangat oleh para saudara dina yang tinggal di perbatasan Spanyol-Perancis. Beberapa orang saudara tidak tega untuk melihat Bruder Paskalis memasuki sarang harimau, oleh karena itu mereka menyarankan agar dia membatalkan niatnya memasuki Perancis. Namun demi ketaatan, Bruder Paskalis melanjutkan perjalanannya dengan mengenakan jubahnya yang penuh tambalan itu. Tidak ada sepeser pun di dalam sakunya. Dia hanya mengandalkan amal derma dari para penduduk desa-desa yang dilaluinya.

Begitu memasuki wilayah Perancis, Paskalis sudah langsung berhadap-hadapan dengan orang-orang yang anti Katolik. Dia dilempari batu, tetapi maju terus. Luka di pundak kirinya akan terus-menerus mengganggu selama hidupnya. Dalam satu peristiwa Paskalis dituduh sebagai seorang mata-mata Spanyol, dalam peristiwa lain dia sempat dikeroyok dan dilempari batu oleh orang banyak dan dalam kejadian lain dia sempat dijebloskan ke dalam lumbung gandum yang kotor. Namun dalam setiap peristiwa yang dialaminya itu Bruder Paskalis merasakan betapa kebaikan Allah itu nyata dialaminya, dia selalu selamat!

Berikut ini adalah salah satu pengalaman di Perancis yang diceritakan sendiri oleh Bruder Paskalis. Pada suatu hari dia sedang berjalan. Seorang Huguenots yang sedang mengendarai kuda secara kasar berteriak kepadanya: “Saudara, apakah Allah di surga?” Dengan keluguannya Paskalis menjawab: “Tentu saja, memangnya kenapa?”

Sebagai latar belakang baiklah kita ketahui bahwa orang-orang Protestan aliran Huguenots menyangkal kehadiran Allah dalam Ekaristi; mereka mengklaim bahwa Allah hanya ada di surga. Nah, sang penunggang kuda ini mengartikan jawaban Bruder Paskalis sebagai bukti bahwa Paskalis tidak percaya akan kehadiran riil Kristus dalam Ekaristi. Selamat lagi Bruder Paskalis! Andaikata orang Huguenots itu tahu betapa mendalamnya iman-kepercayaan Paskalis akan Sakramen Mahakudus, Paskalis mungkin sudah menjadi martir di tempat itu juga (dan tak sempat menceritakan pengalamannya). Lagi-lagi, dengan perlindungan Allah jawaban sederhana dari Paskalis menyelamatkan nyawanya.

Di Orleans, Bruder Paskalis dipaksa menyangkal Sakramen Mahakudus. Dengan berani Paskalis tidak hanya meneguhkan iman-kepercayaannya, malah mengajak gerombolan penganiaya itu untuk bertobat. Akhirnya dia sampai juga di Brittany dalam keadaan yang sangat melelahkan, dan surat penting yang dibawanya itu pun disampaikan kepada Pater Christopher, Minister Provinsial yang nantinya menjadi Minister Jenderal. Apa isi surat itu tidak ada yang tahu; tentunya penting.

Hati Bruder Paskalis sedih menyaksikan profanisasi yang mengerikan atas Sakramen Mahadukus di Perancis. Di beberapa tempat hosti-hosti yang sudah dikonsekrasikan dibakar di depan umum. Di Paris hosti-hosti kudus diinjak-injak. Rambut Paskalis berwarna hitam pada waktu meninggalkan Spanyol, tetapi berubah menjadi putih ketika kembali ke Spanyol. Ini hanyalah bukti betapa penuh bahaya dan tekanan mental perjalanannya ke Perancis itu, tetapi di lain pihak nyata pula betapa setia Allah menjaga anak-Nya.

Devosinya kepada Sakramen Mahakudus lebih-lebih ditunjukkan olehnya lewat perbuatan daripada kata-kata. Bagi Paskalis Ekaristi merupakan pusat terdalam kehidupan religiusnya, sumber dan inspirasi bagi segala kekudusannya.

St. Paskalis wafat di Villareal, pada pesta Pentakosta, hari kelahirannya. Meninggalnya terjadi pada waktu perayaan Misa meriah di gereja biara, pada saat Hosti Kudus diangkat. Pada saat itulah Paskalis menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pada waktu pemakamannya, sebagaimana biasa, jenazah Saudara Dina awam dibaringkan pada keranda di dalam gereja. Ketika Sakramen Mahakudus diangkat pada waktu Misa Requiem, tubuh yang sudah meninggal itu terangkat dengan sendirinya, membungkuk hormat kepada Hosti Kudus, memandang dengan penuh cinta dalam sembah sujud kepada sang Raja Ekaristik!; sikap hormat itu terulang lagi pada waktu Piala diangkat; dan kemudian tubuh itu turun dengan sendirinya. Banyak mukjizat terjadi pula pada saat pemakamannya.

Sumber:

Disarikan dan diterjemahkan dari berbagai sumber oleh YESAYA: indocell.net/yesaya/id812.htm
Diringkas dari artikel: https://catatanseorangofs.wordpress.com/2010/05/17/santo-paskalis-baylon-1540-1592/